4English
  • Home
  • About me
  • Syllabus
  • Questions Bank
  • Announcement
  • Teaching Materials for UNPAM
  • Bianglala
  • Interesting Links
  • Articles
  • Poetry
  • JURNAL - PENELITIAN ILMIAH
  • Assignment for UNPAM's students
  • STKIP

Words Motivation of Education World

  • If a nation expects to be ignorant and free, in a state of civilization, it expects what never was and will never be.
Thomas Jefferson

  • Practice is the best of all instructors.
Publilius Syrus

  • Education is the transmission of civilization.
Will Durant

  • It is a greater work to educate a child, in the true and larger sense of the word, than to rule a state.
William Ellery Channing

  • Education is more than a luxury; it is a responsibility that society owes to itself.
Robin Cook

  • The fruit of liberal education is not learning, but the capacity and desire to learn, not knowledge, but power.
Charles W. Eliot

  • The ultimate goal of the educational system is to shift to the individual the burden of pursuing his education.
John W. Gardner

  • Intelligence plus character--that is the goal of true education.
Martin Luther King, Jr.

  • I am still learning.
Michelangelo





Sociolinguistics  
Language and Society : Regional Dialect                                      

           
 e --> /é/   dan   /e/             ( dialek  Batak )     
     
Siang itu, Ucok yang baru saja datang dari Medan ingin pergi ke Pasar Senen. Ingin ia melihat dari dekat seperti apa Pasar Senen yang konon katanya ramai dikunjungi orang. Pernah juga ia mendengar tentang inang-inang Pasar Senen dari teman-temannya yang baru datang dari Jakarta yang mengadu nasib di sana. Maka ia mendekati sopir bajaj sambil berkata dengan logat Bataknya yang masih kental, "Bang....antar aku ke Pasar Sénén. "  Si sopir bajaj pun tersenyum dibuatnya, lalu berkata, " Heh....bukan Pasar Sénén , tapi Pasar Senén. " Tapi itu kok tulisannya Pasar Sénén  ?" tanya Ucok tak habis pikir sambil menunjuk papan nama. "Hi...hi...hi... iyé... tapi ntu dibacényé Pasar Senén" Ngarti kagé loe ?” jawab si sopir bajaj sambil tertawa. "Dasar Batak !!!" umpatnya dalam hati. 
Setelah puas ia melihat-lihat Pasar Senen, Ucok pun kembali ke sopir bajaj yang sedari tadi setia  menunggunya. “Sekarang loe mo kemané lagi ?Biar gué anterin,” kata si sopir bajaj menawarkan diri. “ O iya  bang, aku mau ke daerah Manggarai. Ada tanté aku di sana.” “Tanté…. tanté …., tante !”  umpat sopir bajaj dalam hati. Enggan ia berdebat lagi. Bajaj pun melaju perlahan, maklum saja jalanan macet pas jam makan siang. Ketika bajaj melewati daerah elit Menteng yang asri, Ucok pun bertanya,” Ini daerah Menteng ya bang ? "Bagus kali, ck...ck...ck...ck.. ck...  ! " kata ucok sambil berdecak kagum.  “Menteng ? Hi hi hi.. Ménténg ! “  jelas si sopir bajaj sambil tertawa geli sendiri. “Bah… mana bisa !!! “ Pasti papan namanya salah itu !" kata Ucok ngotot.” Tadi waktu aku bilang Pasar Sénén., kamu bilang Pasar Senén. Sekarang aku bilang Menteng, kamu bilang Ménténg. Hahh…péning aku !!!” kata Ucok lagi sambil memegang kepalanya yang mulai ia rasakan berdenyut-denyut karena belum makan sedari pagi. Selang beberapa lama tibalah mereka di daerah Manggarai. “Sétop.Sétop.Sétop !!!, “ teriak Ucok meminta sopir bajaj berhenti tepat di depan sebuah bengkel motor.  “Bener nih di mari berentinyé ? “ tanya si  sopir bajaj takut salah. “Bétul  bang. Asal kau tahu bang, bengkel iniownérnya adalah tanté  aku. “  kata Ucok bangga karena pemilik (owner)  bengkel itu adalah tantenya sendiri.“Ahhh.., dasar Batak ! Semuanyé ga adé yang bener ! “ kata si sopir bajaj pelan. “Apa tadi kau bilang ? Ga ada yang bénar ? Ménghina kau ya ? hardik Ucok  merasa tersinggung. “ Iyé…,  semuanyé kaga adé yang BENER , yang adé  semuanyé BĔNAR., “ jelas si sopir bajaj sambil  menenangkan  hati Ucok. “Maapin  yé..gué tadi ntu cumé becandé ajé. Jangan diambil ati. “ kata si sopir bajaj sambil mengulurkan tangannya. “ Oooo...., bégitu… “, kata Ucok sambil berjabat tangan.Dan roda-roda bajaj pun mengglinding perlahan pergi menjauh.            


              p ---> / f /   dan  / v /     (dialek Sunda)

Asep      :   "Hey... Apip , ke sini kamu.  Kata si Epan ,  waktu di Kape  kamu  bilang      
                          orang Sunda ngga bisa bilang hurup f dan  v  ya ? Ga bener atuh  Pip. Itu 
                          mah namanya pitnah. "
Afif        :  "Apip...Apip..., Afif ! Coba sekarang kamu bilang : Evan ! Kafe ! "
Asep      :   "Ah gampil pisan eta mah. Apip. Epan. Kape.  Awas nyebar pitnah lagi ! "
Afif        :   Pitnah...pitnah  !!  Fitnah !!!
Asep      :   Iya  ... pitnah !
Afif        :   ???


                       k -->    / x /  dan / k /  (dialek Sunda )

Pada suatu suatu di sebuah desa di Jawa Barat sedang di adakan pertemuan yang dihadiri oleh penduduk desa tersebut. Dalam acara tersebut disampaikan bahwa sebentar lagi di desa tersebut akan dibangun pabrik tekstil / textile.

Pembicara               :  Bapak Bapak dan Ibu Ibu sekalian, sebentar lagi di desa kita , tepatnya di depan 
                                               komplek ( maksudnya :complex    /  kompleks)    Perumahan Pondok Lestari ,  akan segera
                                               dibangun pabrik tektil  ( maksudnya : textile / tekstil). 
Menyadari bahwa si pembicara salah mengucapkan kata pabrik tekstil, maka teman di sebelahnya segera mengingatkan .
Teman Pembicara   : Kurang s , Pak.      

Si Pembicara pun segera meralatnya dan berkata :  O iya... dan  pabrik es.       
Teman Pembicara         :    ???



                                                                                                                                                                                                                          
                                                                                                                       
                                                                                                                                                                                              
HIDUP TANPA RASA SAKIT : 
CIPA (Congenital Insensitivity to Pain with Anhidrosis)Bagaimana rasanya jika kita tidak bisa merasakan sakit? Tertimpa batu, teriris pisau atau terkena api tidak terasa sakit sama sekali. Mungkin terdengar menyenangkan, tapi tidak untuk orang yang menderita CIPA (Congenital Insensitivity to Pain with Anhidrosis).

Hanya sedikit orang yang tahu apa itu CIPA. Penyakit yang juga dikenal dengan istilah Hereditary Sensory Neuropathies (HSN) adalah penyakit gangguan atau kemunduran sistem saraf yang mengakibatkan seseorang kehilangan rasa atau sensasi dari luar, terutama di bagian tangan dan kaki.

 Penyakit ini sangat komplikasi, bersifat turunan, banyak tipenya dan sangat langka terjadi. Tapi yang pasti semua tipenya menyebabkan gejala yang hampir sama yaitu kehilangan fungsi saraf sensori dan respons kontrol terhadap sakit dan suhu. Akibatnya, seseorang tidak bisa bergerak secara spontan ketika badannya terkena rangsangan dari luar, seperti panasnya api atau tajamnya pisau.

Seorang gadis asal Minnesota Amerika, Gabby Gingras adalah salah satu penderita CIPA. Meskipun ia bisa merasakan sentuhan, tapi otaknya tidak dapat menerima sinyal bahwa ia sedang kesakitan. Jadi jika kakinya patah atau menaruh tangannya di atas plat panas, ia tidak akan merasakan apa-apa. 

"Tidak bisa merasakan sakit rasanya sangat tidak enak. Ketika saya bertanya pada Gabby, 'apa yang kamu rasakan ketika jatuh dan terluka?', ia menjawab 'rasanya seperti ingin nangis tapi tidak bisa'," ujar Dr. Peter Dyck at the Mayo Clinic seperti dikutip dari CNN.

Karena tidak bisa merasa sakit, sejak bayi  Gabby jarang menangis walaupun popoknya basah. Dan dia pun tak pernah merasa lapar, sehingga orangtuanya terpaksa harus memasang tube di perutnya untuk mengalirkan makanan ke tubuhnya. Orang tuanya mulai menyadari kelainan yang dimiliki Gabby ketika anak mereka tersebut menggaruk-garuk matanya sendiri sampai berdarah, tanpa terlihat merasa sakit sedikitpun. Karena kejadian inilah, Gabby  harus kehilangan salah satu bola matanya dan Gabby harus selalu menggunakan kacamata renang dan softlens pelindung untuk melindungi mata satunya agar tidak terusik benda dari luar. Kejadian memilukan lainnya adalah ketika Gabby mulai memiliki gigi, tanpa sadar dia menggigiti jarinya sendiri sampai berdarah-darah. Bahkan dia pun mulai menggigit bibir dan lidahnya sendiri, tanpa merasakan sakit. Dengan berat hati akhirnya ketika Gabby berusia 4 tahun  orang tua Gabby mengambil keputusan untuk mencabut seluruh gigi Gabby agar kejadian yang sama tidak  terulang lagi. 

Di sekolahnya, Gabby selalu diikuti dan dijaga oleh asisten pribadi yang akan membantunya jika terjadi luka serius. Orang tua Gabby pun berusaha memantau segala tindakan yang bisa membahayakan Gabby lewat monitor yang dipasang di kelas dan rumah.

Pelajaran hidup yang dapat kita ambil di sini adalah bahwa rasa sakit  tidak selalu berdampak negatif. Meskipun  tidak menyenangkan, tapi rasa sakit adalah hal yang patut kita syukuri keberadaannya. Rasa sakit itu seperti alarm  yang  memberikan signal  ketika keadaan sedang tidak dalam semestinya. Dengan adanya rasa sakit, kita dapat mengetahui  bagian tubuh mana  yang sedang tidak sehat , sehingga dapat  dengan cepat terdeteksi  dan dapat segera ditangani.  Dengan merasakan sakit, kita menjadi tahu hal-hal apa yang tidak boleh kita lakukan dan harus kita hindari. Kita tidak akan bermain api karena kita tahu api itu panas dan dapat terbakar nanti. Kita tidak akan bermain pisau karena tahu pisau itu tajam dan akan teriris nanti.  Di bawah ini kita dapat menyaksikan video Gabby yang hidup tanpa rasa sakit "A Life Without Pain".

Bersyukurlah, karena kita masih bisa merasakan sakit.  "Hidup tanpa rasa sakit, seperti di neraka . Life without pain is hell. "


                                       DISLEKSIA
Ternyata, satu dari sepuluh orang didiagnosa memiliki kecenderungan Disleksi. Berasal dari kata Yunani, disleksia berarti ‘kesulitan dengan kata-kata’. Artinya, penderita ini memiliki kesulitan untuk mengenali huruf atau kata. Hal itu terjadi karena kelemahan otak dalam memproses informasi. Akibatnya, anak yang menderita disleksia susah untuk membaca, mengeja, menulis, hingga tak bisa mengerti masalah matematika. Ini menyebabkan sang anak merasa malu dan tak percaya diri untuk hadir di antara teman-teman di kelasnya.

Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- (”kesulitan untuk”) dan λέξις lexis (”huruf” atau “leksikal”). 

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.

Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai “Alexia”. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.

Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.Gambar pada tulisan ini merupakan contoh seorang yang menderita Disleksia ketika menirukan suatu tulisan “The owl was a bird” menjadi “Teh owl saw a brid.” Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai “Alexia”. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya.Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.

Peluang disleksia untuk dijumpai pada anak laki-laki dan perempuan sama besarnya. Disleksia merupakan kelainan yang bisa diturunkan ke generasi berikutnya.  Bila orang tua disleksia, anaknya berpeluang untuk mengalaminya sekitar 50 persen.

Diagnosa disleksia biasanya dilakukan pada usia 7-8 tahun. Namun, sebenarnya bila cermat gejala disleksia bisa dikenali sejak usia 3-4 tahun.

Tanda-tanda disleksia pada usia pra sekolah antara lain:Suka mencampur adukkan kata-kata dan frasa
  • Kesulitan mempelajari rima (pengulangan bunyi) dan ritme (irama)
  • Sulit mengingat nama atau sebuah obyek
  • Perkembangan kemampuan berbahasa yang terlambat
  • Senang dibacakan buku, tapi tak tertarik pada huruf atau kata-kata
  • Sulit untuk berpakaian

Adapun tanda-tanda disleksia di usia sekolah dasar:
          Sulit membaca dan mengeja
  • Sering tertukar huruf dan angka 
  • Sulit mengingat alfabet atau mempelajari tabel
  • Sulit mengerti tulisan yang ia baca
  • Lambat dalam menulis
  • Sulit konsentrasi
  • Susah membedakan kanan dan kiri, atau urutan hari dalam sepekan
  • Percaya diri yang rendah
  • Masih tetap kesulitan dalam berpakaian
Bila seorang anak didiagnosa disleksia, ia harus mendapat dukungan ekstra di sekolahnya dari seorang guru spesialis. Biasanya ini bisa dilakukan dengan bantuan intens dalam pelajaran membaca dan menulis.

Tapi disleksia tak harus menghentikan anak-anak untuk terus belajar. Ia tak akan menimbulkan efek pada intelijensinya, karena otak mereka bekerja dengan cara yang berbeda.

SUMBER : 
dr Widodo Judarwanto SpA

English Day Names History

            Why Some Days Are Roman and Some Are Norse ?

I have been fascinated by calendars since I was a child. It seemed very important to me to be able to keep track of each and every piece of time -- to know for sure what day & date it was.  But one day I realized we have three days named for Roman gods and four days named for Norse gods! How did that happen?The Romans invaded England in the 1st century B.C., bringing with them strange customs such as the Greek/Roman pantheon, the public forum, and even public baths. At that time England was occupied by the Celtic tribes. The Romans gradually established themselves just as they had done over much of Europe, spreading the Roman gospel of civilization. Some of the Celtic leaders even traveled to Rome to be educated, further entrenching Roman culture. At that time the days of the week would have been entirely Latin, as follows:solis dies, lunae dies, martis dies, mercurii dies, jovis dies, veneris dies, saturni dies (Sun's day, Moon's day, Mars' day, Mercury's day, Jove or Jupiter's day, Venus's day, Saturn's day) We can immediately spot the origin of Sunday, Monday, and Saturday (even though the words for 'sun' and 'moon' are different). But what happened to Mars, Mercury, Jupiter, and Venus? Actually, most of them are still there, but in slightly different forms. Mars, the Roman god of war, was named Tiw (tee-you) in Germanic/Norse mythology. Thus we have "Tiw's day" or Tuesday. Thor, who gives his name to Thursday, was a thunder god for the Germanic tribes. Guess what? Jupiter or Jove was a thunder god too! Friday may be named for either Freya or Frigg, both of whom were Germanic goddesses related to love. This corresponds to the Roman goddess Venus, likewise honored on the sixth day of the week. PSYCHOLINGUISTICS 
Gangguan Berbicara : Latah
              Tak jarang kita temui ada diantara teman kita yang mengalami latah atau berbicara latah. Misalnya Arin seorang mahasiswi di sebuah Perguruan Tinggi Swasta secara tidak sadar mengucapkan  'Eh..copot...eh..copot ...eh copot...'  ketika ia dikejutkan oleh salah seorang temannya. Begitu juga  Bi Inah, pembantu berusia paruh baya, ketika terkejut terlontar secara begitu saja dari mulutnya  kata-kata jorok yang berorientasi pada ...( maaf ) .. alat kelamin laki-laki. Atau juga Mbok Tumi pedagang sayuran di pasar, selain berbicara latah, ia juga berbuat latah yaitu melakukan tanpa sadar apa yang diperintahkan atau dikatakan oleh orang lain . Apa sih sebenarnya latah itu dan apa penyebabnya ? 
                Menurut W.F. Maramis, latah merupakan salah satu gangguan berbicara yang bersifat psikogenik. Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak dapat disebut sebagai suatu gangguan berbicara. Mungkin lebih tepat disebut sebagai variasi cara berbicara yang normal seperti berbicara manja, kemayu,  gagap, dan  latah. 
              Latah sering disamakan dengan ekolalla, yaitu perbuatan membeo, atau menirukan apa yang dikatakan orang lain. Tetapi sebenarnya latah adalah suatu sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif ( berulang ), tetapi yang merupakan ungkapan dari gangguan di bidang mental,  yang bersifat jorok (koprolalla). Koprolallapada latah ini berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang sering dihinggapi latah adalah kebanyakan perempuanberumur 40 tahun ke atas. 
Aduh.. saya jadi takut nih karena usia saya sekarang sudah menginjak 43  tahun.
               Awal mula timbulnya latah ini, menurut mereka yang berbicara latah, adalah setelah bermimpi melihat banyak sekali ...(sekali lagi maaf) ...alat kelamin laki-laki yang ukurannya begitu 'extraordinary'. Anda bisa bayangkan betapa malunya perempuan yang terserang penyakit latah ini. Perempuan yang seharusnya menjaga tutur katanya, tiba-tiba tanpa terkendali dan tanpa disadari melontarkan kata-kata jorok atau porno. Ya Tuhan... jauhkanlah aku dari penyakit latah yang memalukan ini.  Amit -amit jabang bayi..!  Nauzubillahminzalik !! Jangan sampe deh !!!
               Latah ini memiliki korelasi dengan kepribadian histeris. Kelatahan ini merupakan 'excuse' atau alasan untuk dapat berbicara dan bertingkah laku porno yang pada hakikatnya berimplikasi pada invitasi seksual.
                 Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya si penderita latah itu memang jorok atau porno. Makanya jangan sering - sering berpikiran 'ngeres' atau sering 'ngelonjor'  ... ntar malamnya mimpi ..... trus jadi latah deh. Apa ngga malu, cantik-cantik kok latahnya 'Eh ............... ' ( maaf, udah berapa kali ya saya minta maaf ? , saya pun ngga berani menuliskannya, apalagi menyebutkannya) .  



ESL AND EFL : A CONTRASTIVE ANALYSIS

English teacher , like many other professions and disciplines, is almost overwhelmed by acronyms and initials, like : 

EFL        :  English as a Foreign Language
ELF           :   English as a Lingua Franca 
TEFL      :  Teaching English as a Foreign Language
TESOL    :  Teaching English to Speakers of Other Languages
ELT        :  English Language Teaching
FLT        :  Foreign Language Teaching
TEIL       :  Teaching English as an International Language
FLES       :  Foreign Language in the Elementary School

ESL        :  English as a Second Language
TESD      : Teaching English as a Second Dialect
EAP        : English for Academic Purposes
ESP        :  English for Specific/Special Purposes
EOP        :  English for Occupational Purposes

TENL      :  Teaching English as a Native Language
TEMT     :  Teaching English as Mother Tongue
TEFL      :  Teaching English as a First Language


Psycholinguistics : Keunggulan Otak Wanita
Majalah Femina edisi bulan Juni 1999 berisi artikel "Otak Kita, Keunggulan Kita, dan yang dimaksud dengan kita disini adalah wanita.Memang ukuran otak pria lebih besar 10-15% dari otak wanita, sehingga dikira lebih unggul. Padahal temuan mutahir dibidangneurology menegaskan bahwa dalam beberapa hal otak wanita lebih  unggul. Dimanakah letak keunggulan otak wanita ?

1. Otak wanita lebih seimbang
Daerah tertentu otak wanita lebih kaya akan neuron yang menyebabkan semakin kuatnya fungsi otak. Kemampuan wanita menggunakan kedua belah hemisfer otak (kiri dan kanan ) yang menyebabkan kanak-kanak perempuan lebih cepat pandai bicara, membaca dan jarang mengalami gangguan belajar. Penggunaan otak kiri dan kanan secara seimbang membuat wanita dewasa lebih lincah dalam soal verbal dibandingkan dengan pria. Wanita memiliki kemampuan memadukan banyak aspek kognitif dalam berfikir,serta emosi dan instingnya. Dengan adanya kerja sama emosi, rasio, dan intuisi menyebabkan wanita tidak dapat melihat segala sesuatu secara apa adanya dan tidak tegas dalam membuat keputusan seperti yang dilakukan pria.Namun, sebenarnya  dia lebih peka dan bisa melihat hal-hal yang tidak tampak oleh pria. Ada juga yang berseloroh bahwa wanita tidak pandai membaca peta, tetapi ia pandai membaca perasaan orang lain. Sebaliknya, laki-laki pandai membaca peta, tapi ia tidak pandai membaca perasaan orang lain.

2. Otak wanita lebih tajam
Menurut para ahli, penglihatan wanita lebih tajam. Pria juga relatif tidak tahan terhadap sinar terang. Begitu juga pendengaran wanita lebih tajam daripada pria. Maka tak mengherankan kalau pada malam hari tangisan bayi biasa membangunkan sang ibu, sementara sang ayah tetap terlelap. Wanita lebih banyak mengingat detail, asosiasi, dan pengalaman pribadinya dibanding pria. Ketajaman otak wanita bukan hanya pada inderanya, tetapi juga pada perasaannya.

3. Otak wanita lebih awet dan selektif
Ketika sama-sama muda memang otak pria lebih besar daripada wanita, tetapi ketika keduanya mencapai usia 40 tahun, otak pria menyusut dengan cepat. (Jaringan otak pria menyusut tiga kali lebih cepatI). Wanita meskipun juga mengalami penyusutan jaringan secara menyeluruh ketika bertambah tua, tubuhnya punya kecenderungan menghemat apa yang ada, termasuk otaknya.  Ini pula yang membuat harapan hidup wanita rata-rata lebih panjang daripada pria. Namun, lebih awet, belum tentu juga selalu lebih kuat karena wanita tua lebih rentan terhadap penyakit Alzheimer tiga kali lipat dibandingkan pria, yang dikaitkan dengan turunnya hormon estrogen pada wanita lanjut usia. Temuan lain menunjukkan bahwa rileks pada pria sama dengan mematikan kerja bagian reptilian brain yang memicu ekspresi emosi yang berupa agresif dan kekerasan. Sedangkan pada wanita rileks sama dengan mematikan bagian cingulate gyrus, yaitu bagian yang mengendalikan ekspresi simbolis, seperti gerak-gerik dan kata-kata. Maka tidak usah heran bila dalam keadaan ekstrem, misalnya marah, pria lebih suka berkelahi daripada bertengkar. Sebaliknya, wanita lebih suka bertengkar dengan kata-kata. 


Sumber : Psikolinguistik : Kajian Teoretik,  Abdul Chaer 
              ALIRAN NATURALISME DALAM PENDIDIKAN
Dimensi pokok dari pemikiran filsafat pendidikan naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya menyelaraskan pendidikan sesuai dengan perkembangan alam. Filosuf yang pertama kali memperhatikan dan memberikan konsidensi terhadap orientasi pemikiran filsafat pendidikan naturalisme adalah John Amos Comenius (1592-1670). Sebagai pendeta Protestan sekaligus paedagog, John Amos berpandangan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua makhluk, karena kemampuannya dalam berpikir. Percikan pemikiran Comenius berpengaruh pada teori-teori pendidikannya. Salah satunya adalah peserta didik harus dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan. Untuk itu pendidikan yang signifikan dengan pandangannya adalah pendidikan ketuhanan, budi pekerti, dan intelektualitas.Pendidikan tidak sekadar menjadikan seseorang mau belajar, melainkan juga menjadikan seseorang lebih arif. 

Dalam pendidikan dan pengajaran, Comenius menggunakan hukum-hukum alam sebagai contoh yang senantiasa tertib dan teratur. Hukum alam memiliki ciri-ciri: segalanya berkembang dari alam; perkembangan alam serbateratur, tidak meloncat-loncat melainkan terjadi secara bertahap; dan alam berkembang tidak tergesa-gesa melainkan menunggu waktu yang tepat, sambil mengadakan persiapan. 

Dalam proses pendidikan, Comenius juga berpendapat tentang prosedur dalam bidang pendidikan bahwa daripada membuat kerusakan pada proses alam, lebih baik bersahabat dengan proses alam tersebut. Pendapatnya ini berimplikasi pada pelaksanaan pendidikan yang mengharuskan tidak merusak alam dan harus meniru perkembangan alam. Alam berkembang dengan teratur dan menurut aturan waktu tertentu. Tidak pernah terjadi dalam perkembangan seekor kupu-kupu, misalnya, tiba-tiba dapat terbang tanpa terlebih dahulu mengalami proses dari ulat menjadi kepompong dan seterusnya berubah menjadi kupu-kupu. Begitu juga perkembangan alam yang lain. Buah apa pun di dunia ini selalu bermula dari bunga. Tidak pernah terjadi lompatan tiba-tiba sebatang pohon durian mengeluarkan buah tanpa sebelumnya didahului oleh bunga durian.Jika pendidikan menganut aliran ini, setiap proses pendidikan hendaknya mengikuti pola bertahap sesuai dengan perkembangan alam. Artinya, proses pendidikan tidak dilakukan tergesa-gesa, melainkan dilakukan secara terencana dan bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan fisik dan psikis peserta didik.
Perkembangan yang terjadi di alam merupakan cermin bagi manusia untuk bertafakur dan bertadabbur. Tidak pernah terjadi dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan makhluk yang menyimpang dari potensinya. Semuanya tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi masing-masing. Thomas Amstrong boleh jadi sebagai pakar pendidikan yang dapat mengelaborasi dengan baik pembelajaran dengan cara bertahap dan sesuai dengan perkembangan alam.

Dalam In Their Own Way: Discovering and Encouraging Your Child's Multiple Intelleigences,Amstrong mengilustrasikan dengan sangat baik bagaimana sebuah sekolah yang ingin dibangun oleh para binatang besar untuk binatang kecil di dalam hutan. Sejak awal para binatang besar bingung menentukan materi ajar terpenting yang akan dipakai di sekolah tersebut, meskipun pada akhirnya disepakati bahwa semua binatang kecil harus mengikuti materi ajar yang diberlakukan, yaitu berlari, berenang, terbang, memanjat, dan menggali. Semula sekolah tersebut penuh keceriaan dan menyenangkan. Namun pada hari-hari berikutnya, persoalan mulai muncul ketika kelinci yang memiliki potensi alamiah dan jago dalam berlari harus mengikuti materi pelajaran renang. Hampir saja si kelinci tenggelam. Malu bercampur haru menjadi satu dalam diri kelinci dan pada akhirnya kelinci pun minder pada binatang lain, terutama pada ikan. Ia berusaha sedemikian rupa agar bisa berenang, sehingga tidak pernah lagi dapat berlari secepat sebelumnya. Potensi berlari yang merupakan kemampuan alami utamanya terlupakan dan menjadi "loyo" akibat kebanyakan mengikuti les renang. 
Problem yang sama dialami juga oleh binatang yang lain, tidak terkecuali burung elang yang jago terbang. Ketika elang mengikuti materi pelajaran menggali, ia tidak mampu melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Elang pun sedih, karena nilai rapornya merah dan harus mengulang materi pelajaran menggali. Pelajaran menggali rupanya menyita waktu elang, sehingga ia lupa cara terbang yang sebelumnya sangat dikuasai dan menjadi potensi alamnya yang menonjol. 
Semakin hari sekolah tersebut bukan menjadikan binatang kecil kian mahir dalam mengembangkan potensi alamiah dan bakat masing-masing, tetapi justru mengileminasi potensi dan bakat beberapa binatang yang mengikuti pembelajaran. Semua itu terjadi karena semua binatang kecil dipaksa melakukan hal-hal yang bukan potensi, sifat, dan bakat alami mereka.

Pemikiran kritis seperti ini diangkat sedemikian rupa oleh Amstrong dengan baik agar dalam pendidikan segalanya dapat berkembang sesuai dengan potensi dan bakat yang telah diberikan oleh alam.

 ( Sumber : Sadaruddin - Kepala MA Ponpes Makkah, Waykanan )

 
 Manusia Serigala
                 Dalam sejarah tercatat sejumlah kasus anak terasing, baik yang diasuh oleh hewan serigala maupun yang 'terasingkan' oleh keluarganya. Menurut catatan Zingg sejak tahun 1344 telah ada 31 kasus adanya anak manusia yang dipelihara serigala. Salah satu diantaranya adalah Kamala (8 tahun) dan adik perempuannya (2 tahun), kanak-kanak perempuan India yang diketemukan oleh seorang misionaris di Midnapore, India. 
             Sesudah mereka diketemukan, Kamala masih bisa hidup sampai 9 tahun kemudian, sedangkan adiknya meninggal tak lama setelah diketemukan. Karena hidup ditengah serigala, ia sangat mirip serigala. Ia berlari cepat sekali dengan kedua kaki dan tangannya; mengaum-aum bagai serigala dan lebih sering bargaul dengan serigala Ia tidak bisa bercakap satu patah kata pun dan tidak terlihat adanya ekspresi emosi diwajahnya. Sangat sukar mengajarinya berdiri, berjalan,  menggunakan tangan, apalagi bercakap-cakap. Sampai ia meninggal tak lebih dari 50 kata saja yang dapat dipelajarinya. Dia mencium-cium dan mengendus-endus makanannya. Ia memeriksa segala sesuatu dengan alat penciuman yang tajam, mempunyai penglihatan malam yang tajam dan memiliki pendengaran yang tajam pula. Dia tidak pernah tersenyum, apalagi tertawa.
              Begitulah, hidup ditengah binatang membuat manusia bukan manusia lagi. Namun hal ini juga membuktikan bahwa anak manusia memiliki kemampuan yang luar biasa untuk dapat menyelaraskan diri hidup dengan serigala secara mengagumkan.
             Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa seorang anak manusia baru bisa menjadi manusia apabila dipelihara oleh manusia di lingkungan manusia secara manusiawi.Bersyukurlah kita - saya dan anda - yang beruntung memiliki keluarga yang mencintai dan menyayangi sepenuh hati. May God bless all of us !!! (Psikolinguistik : Kajian Teoretik. Abdul Chaer )

                     
     Makna Konseptual (denotatif)  VS Makna Afektif (konotatif)
               
              Seorang sosiolog Negro terkemuka bercerita tentang kejadian yang tidak menyenangkan ketika ia menginjak usia dewasa, yaitu ketika ia mengeloyor jauh dari rumahnya di suatu daerah yang hampir tidak ada Negronya. Ia bersahabat baik dengan pasangan suami istri kulit putih yang baik hati, yang memberinya makan serta tempat menginap di rumahnya. Tetapi mereka selalu memanggilnya dengan panggilan 'si nigger cilik'. Panggilan ini sangat menyakitkan hatinya meskipun ia sangat berterima kasih atas segala kebaikan mereka. Akhirnya pada suatu hari muncul keberaniannya untuk meminta agar orang itu tidak lagi memanggilnya dengan 'kata yang menghina' (snarl word)  tersebut :
                'Siapa yang 'menghina' mu ?' kata orang kulit putih itu.
                'Anda, Pak....dengan nama yang selalu dipakai untuk memanggil saya itu.'
                'Nama yang mana ?'
                'Ah ...Bapak sudah tahu.'
                'Saya tidak memanggilmu begitu, Nak.'
                'Itu, lho, Bapak memanggilku dengan 'nigger'
                'Lho, dimana letaknya yang 'menghina' itu ? Kau memang nigger, iya kan ?'

               Dari cerita di atas, tampak adanya keretakan dalam pemahaman dalam hal yang rawan , yaitu rasialis.Si kulit putih tampaknya menggunakan kata 'nigger' tanpa menyadari makna afektifnya. Ia menggunakan kata 'nigger' hanya karena merupakan sinonim biasa untuk 'negro'. Ia menggunakan makna konseptual atau denotatif. Tetapi bagi si Negro, istilah itu merupakan 'snarlwords'  yang mengandung konotasi afektif yang kuat sebagai kata penghinaan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam. Baginya kata ini merupakan lambang kebencian rasial dan penekanan.
               'Snarl words' adalah kata-kata yang makna konseptualnya menjadi tidak relevan karena siapapun yang memakainya hanyalah bertujuan untuk menunjukkan konotasi yang jelek dan untuk memberikan tekanan pada sikap permusuhan penutur itu sendiri. ( Geoffrey Leech : Semantik )

                  
                Selayang Pandang Perjalanan Kurikulum Nasional

Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan direncanakan pada tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. 

a. Kurikulum 1968 dan sebelumnya

Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda.Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964.Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan) , dan jasmani.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

b.Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-pendekatan di antaranya sebagai berikut.

 Berorientasi pada tujuan :

 - Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
 -  Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
 -  Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
 - Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratkan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 oleh kurikulum 1984.

c. Kurikulum 1984

Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.:
 - Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
 -  Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik
 - Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah
 -  Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
 - Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
 -  Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 - Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.

 - Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

 - Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.

 - Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.

 - Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melaluipendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.

 - Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.

d. Kurikulum 1994

Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak. 

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :
 - Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
 - Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi   
    kepada materi pelajaran/isi)
- Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. 
 - Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
 - Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
 -  Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
 - Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. 

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut  :

 - Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran
 - Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.

Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu

 - Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
 -  Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
 -  Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
 -  Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
 -  Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
 - Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang. 

e. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi Tahun 2002 dan 2004

Kurikukum yang dikembangkan  ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran. 
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi. 
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.

(1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
(2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
(3) Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
(4) Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.

(Puskur, 2002a).

Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a).
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:

 - pemilihan kompetensi yang sesuai;
 - spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian   
    kompetensi;
 - pengembangan sistem pembelajaran.

Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 - Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
 -  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
 -  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
 - Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur  
    edukatif.
 -  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau 
     pencapaian suatu kompetensi.

(Puskur, 2002a).

Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator  adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.

f. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. 
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:

 - Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
 -  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
 - Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
 -  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
 -  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.

(Sumber : 
http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah  )




Powered by Create your own unique website with customizable templates.